Alhamdulillah. Daulah Khilafah Islam yang dipimpin Khalifah Abul Husain al Husaini al Qurasy telah menerbitkan Majalah Pekanannya An Naba` Edisi 390. Semoga YTB bisa merilis terjemahannya.
Muassasah Media Al-Batar
mempersembahkan
Laporan Visual
Wilayah Syam (Naba 390)
Syawal 1444 H
•••••《□》•••••
•••••《■》•••••
Terjemahan
Si Alim Yang Jahat
Inilah keburukan ulama, ketika memilih dunia, mengikuti penguasa dan hawa nafsu. Berikut ayat-ayat mengenai mereka:
واتل عليهم نبأ الذي آتيناه آياتنا فانسلخ منها فأتبعه الشيطان فكان من الغاوين
Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al Kitab), kemudian dia melepaskan diri dari pada ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh syaitan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat.
ولو شئنا لرفعناه بها ولكنه أخلد إلى الأرض واتبع هواه فمثله كمثل الكلب إن تحمل عليه يلهث أو تتركه يلهث ذلك مثل القوم الذين كذبوا بآياتنا فاقصص القصص لعلهم يتفكرون
Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir.
(QS. Al-A'raf: 175, 176)
Ini adalah contoh seorang alim jahat yang bertindak bertentangan dengan ilmunya.
Perhatikanlah celaan yang terkandung dalam ayat itu, yang dapat disimpulkan pada beberapa aspek berikut :
1. Dia tersesat setelah memiliki pengetahuan. Dan dengan sengaja memilih kekufuran daripada iman, bukan karena kebodohan.
2. Dia telah meninggalkan iman tanpa ada kemungkinan untuk kembali. Dia benar-benar melepaskan diri dari ayat-ayat Allah, sama seperti ular yang melepaskan kulitnya. Jika masih ada sedikit pun yang tersisa, dia akan tetap melepaskannya.
3. Iblis telah mengejar, berhasil mendapatkan, dan menguasainya. Oleh karena itu, Allah menggunakan kata bahwa Setan/Iblis "ittaba'ahu" dan bukan kata, "tabi'ahu." Makna "ittaba'ahu" di sini adalah mengejar, mendapatkan, dan menguasainya, dan itu lebih kuat daripada sekedar "tabi'ahu=mengikutinya."
4. Dia tersesat setelah mendapatkan petunjuk. Memilih kesesatan dalam keadaan tahu dan berniat.
Ini lebih buruk daripada rusaknya niat dan amal perbuatan. Seperti halnya kesesatan lebih buruk daripada rusaknya ilmu dan keyakinan.
5. Allah Ta'ala tidak menghendaki untuk meninggikannya dengan ilmu. Ini menjadi sebab kehancurannya karena tidak ada penambahan derajat melalui ilmu. Oleh karena itu, dia menjadi celaka dengannya. Jika dia tidak menjadi seorang alim, itu akan menjadi lebih baik baginya dan siksaannya akan lebih ringan.
6. Allah memberi tahu tentang martabat mereka yang hina dan bahwa mereka memilih yang paling rendah daripada yang paling mulia.
7. Mereka memilih yang paling rendah itu tidak didasarkan pada keinginan jiwa atau akal. Tetapi karena dia terikat dengan kehidupan di dunia ini dan bercenderung sepenuh hati ke arahnya. Sifat terikat ini merupakan asal dari keterbelengguan yang tidak pernah berakhir.
8. Dia menjauh dari petunjuk dan mengikuti hawa nafsunya. Dia menjadikan hawa nafsunya sebagai pemimpin yang diturutinya.
9. Dia dibandingkan dengan anjing, yakni hewan yang paling hina dalam tekadnya, selalu melepaskan dan mempersempit tekad tersebut. Dan anjing itu lebih buruk, lebih kikir, dan lebih ganas. Itulah sebabnya dia disebut anjing.
10. Dia serupa dengan napasnya yang terburu-buru untuk dunia ini, kurang sabar dalam meninggalkannya, dan kegelisahannya ketika kehilangannya. Dia sangat bersemangat untuk mendapatkannya. Seperti kegigihan anjing ketika ditinggalkan atau dihadapkan pada sepotong tulang.
[Kitab al Fawaid oleh Ibn al-Qayyim]
Infografik An-Naba Syawal 1444 H
Berikut sumber aslinya :